Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), M. Fanshurullah Asa, mengungkapkan bahwa jaringan gas kota merupakan solusi terbaik dalam mengatasi masalah subsidi besar yang dikeluarkan pemerintah untuk mendistribusikan gas LPG. Menurut KPPU, kebijakan saat ini belum memberikan perubahan yang signifikan dalam pengembangan jaringan gas kota, sehingga subsidi LPG akan terus membebani anggaran pemerintah di masa mendatang.
Guna menghemat anggaran pemerintah, Ketua KPPU akan mendorong pemerintahan yang baru untuk berani mengalihkan subsidi gas LPG 3Kg ke pembangunan jaringan gas kota. Dalam diskusi dengan media terkait Kinerja 100 Hari Anggota KPPU Periode 2024-2029, Ifan menegaskan bahwa kepemimpinan yang kuat dan berani diperlukan untuk langkah strategis ini.
Pengembangan jaringan gas kota termasuk dalam Program Strategis Nasional (PSN) dan telah ditetapkan dalam RPJMN 2020-2024 dengan target penggunaan jargas hingga 2024 sebanyak 4 juta SR. Namun, realisasi hingga tahun 2024 baru mencapai 20% dari target APBN, karena kebijakan monopoli dalam investasi jargas kota oleh PT. Pertamina Gas Negara, Tbk.
Keterbatasan jaringan gas menyebabkan konsumen masih bergantung pada LPG 3Kg, sementara konsumsi LPG 3Kg terus meningkat setiap tahunnya. Biaya subsidi LPG 3Kg juga terus meningkat dan mencapai jumlah yang signifikan, yang seharusnya dapat dialihkan untuk pembangunan jaringan gas kota.
Dengan adanya perubahan kebijakan yang signifikan, subsidi LPG dapat dialihkan untuk pembangunan jaringan gas kota yang lebih efisien. Dengan asumsi penggunaan 50% dana subsidi LPG untuk pembangunan jargas kota, dapat dibangun 23 juta SR dalam periode 5 tahun dan mengurangi impor LPG serta penghematan devisa negara.
Ketua KPPU juga menyarankan agar skema jargas dapat dikembalikan ke skema APBN yang berhasil dilaksanakan sebelumnya, serta menyetop penggunaan APBN untuk pembangunan pipa transmisi yang tidak ekonomis. Hal ini akan memberikan kesempatan bagi investasi dari BUMN, BUMD, dan swasta untuk pembiayaan pembangunan jaringan gas kota.
Untuk mendorong adopsi penggunaan jargas, diperlukan kebijakan alokasi gas dari hulu hingga distribusi yang transparan oleh Kementerian ESDM. Hal ini akan membantu mengurangi ketidakpastian pasokan gas bagi pelaku usaha niaga gas dan mempercepat pengembangan sektor hilir migas.
Pemerintah juga perlu memberikan insentif fiskal bagi badan usaha yang berminat mengembangkan jaringan pipa gas ke konsumen, serta mempertimbangkan harga jual jargas untuk rumah tangga dan industri kecil komersial agar menarik minat investasi swasta dan BUMD. Pemerintah perlu mengatur skema open access yang transparan dan non diskriminatif untuk mengatur distribusi gas selanjutnya.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan pemanfaatan gas alam di Indonesia dapat lebih efisien dan mengurangi beban subsidi yang selama ini dibayarkan pemerintah. Dengan adanya jaringan gas kota yang luas, diharapkan juga dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap energi yang lebih bersih dan terjangkau.